Tridinews.com - Ratusan prajurit cadangan secara terbuka menyatakan penolakan mereka untuk kembali bertugas, di tengah meningkatnya seruan pencaplokan Gaza.
Penolakan ini muncul di tengah persiapan Israel yang sedang mengerahkan 40.000 pasukan cadangan untuk melancarkan serangan besar-besaran ke Kota Gaza, yang disebut sebagai target utama operasi militer terbaru.
Kelompok bernama “Prajurit Bagi Sandera” menyatakan sikap mereka dengan menolak perintah dinas.
Mereka menilai invasi darat justru akan semakin membahayakan nyawa para sandera Israel yang masih ditahan Hamas.
“Sebagai patriot, saya menolak perintah dinas demi keselamatan para sandera. Memperpanjang perang berarti mengorbankan mereka dan juga rakyat Israel sendiri,” ujar Max Kresch, salah satu anggota komunitas tersebut, dalam pernyataannya yang dikutip media lokal.
“Melanjutkan serangan di Gaza merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat Israel, karena pemerintah seolah lebih mementingkan ambisi politik dibandingkan keselamatan warganya,” tegasnya.
Hal senada juga diungkap oleh Panglima Angkatan Darat Israel Eyal Zamir, berulang kali ia memperingatkan Netanyahu bahwa rencana invasi dapat membahayakan sandera sekaligus menambah tekanan berlebihan pada militer.
Ia menilai setiap serangan tambahan justru bisa memicu balasan dari kelompok militan, termasuk eksekusi sandera, sehingga memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah ada.
“Memulai operasi pendudukan Gaza akan menambah risiko besar bagi para sandera dan meningkatkan beban yang tidak perlu bagi pasukan kita,” ujar Zamir, seperti dikutip dari sum
Beban Berat pada Militer
Selain faktor sandera, Zamir juga menyoroti kondisi pasukan cadangan Israel yang semakin terkuras setelah hampir dua tahun perang tanpa henti.
Ribuan prajurit dilaporkan mengalami kelelahan fisik dan mental, sementara sebagian lainnya secara terbuka menyatakan penolakan untuk kembali bertugas.
Menurut laporan yang beredar di media Israel, lebih dari 400 prajurit cadangan telah menandatangani petisi penolakan terhadap operasi pendudukan Gaza, dengan alasan perang berkepanjangan hanya akan memperdalam penderitaan tanpa memberikan solusi nyata.
Zamir memperingatkan bahwa memaksakan invasi justru akan menambah tekanan berlebihan pada militer, yang kini menghadapi krisis moral dan kepercayaan.
“Kita tidak bisa mengabaikan suara para prajurit. Mereka lelah, dan banyak dari mereka mempertanyakan tujuan perang ini,” katanya dalam forum internal militer.
Militer Israel Halalkan Segala Cara untuk Rekrut Pasukan
Buntut penolakan penugasan yang dilakukan ratusan prajurit, militer Israel dilaporkan mengambil langkah-langkah tidak lazim untuk mengatasi krisis kekurangan pasukan yang kian memburuk menjelang rencana invasi besar-besaran ke Gaza.
Menurut laporan Wall Street Journal (WSJ), sejumlah komandan bahkan menggunakan aplikasi WhatsApp untuk merekrut sukarelawan dengan tawaran penugasan singkat selama 70 hari.
Pesan yang beredar di grup tersebut secara terang-terangan meminta prajurit cadangan maupun mahasiswa dengan latar belakang militer untuk bergabung dalam operasi tempur.
“Saya mencari prajurit tempur, terutama tenaga medis dan penembak jitu, untuk operasi dimulai pada 11 September,” tulis salah satu pesan yang dikutip WSJ.
Langkah ini dinilai mencerminkan krisis kepercayaan yang meluas di tubuh militer Israel.
Laporan New York Times (NYT) menambahkan bahwa hingga 50 persen pasukan cadangan menolak kembali bertugas. Banyak di antara mereka mengaku kelelahan setelah menjalani rotasi panjang sejak pecahnya perang Gaza pada Oktober 2023.
Kondisi semakin sulit karena ribuan prajurit cadangan sebelumnya telah menghabiskan ratusan hari bertugas di garis depan.
Namun kini mereka diminta kembali untuk menjalani tambahan penugasan tiga bulan, dengan kemungkinan diperpanjang tergantung pada dinamika pertempuran. Kebijakan tersebut memicu rasa frustrasi sekaligus penolakan terbuka di kalangan prajurit.