Tridinews.com - Kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap institusi TNI yang sempat menyeret CEO Malaka Project Ferry Irwandi kini resmi berakhir damai.
Ferry menyampaikan bahwa dirinya telah berkomunikasi langsung dengan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen (Marinir) Freddy Ardianzah, dan keduanya sepakat menyelesaikan persoalan secara baik-baik.
“Beliau meminta maaf atas situasi yang terjadi kepada saya dan yang harus saya hadapi. Begitu juga sebaliknya, saya juga sudah meminta maaf atas situasi yang terjadi pada tubuh TNI saat ini,” tulis Ferry melalui akun Instagram @irwandiferry, Sabtu (13/9/2025).
Ferry menyebut bahwa dialog tersebut berlangsung melalui sambungan telepon dan dilandasi kesadaran akan adanya kesalahpahaman antara kedua pihak.
Ia juga menegaskan bahwa tidak akan ada proses hukum lanjutan terhadap dirinya.
“Jadi kenkawan sudah tidak ada tindak lanjut hukum apapun ke depannya terhadap saya. Saya terima kasih atas dukungan teman-teman semua,” lanjut Ferry.
Kapuspen TNI Brigjen Freddy Ardianzah membenarkan bahwa komunikasi telah dilakukan dan kedua pihak sepakat berdamai.
“Benar,” ucapnya singkat saat dikonfirmasi.
Dalam unggahannya, Ferry juga mengajak publik untuk kembali fokus pada isu yang lebih besar, yakni nasib para demonstran yang ditangkap atau hilang pasca aksi pada akhir Agustus lalu.
“Mari kita fokus ke tuntutan, kenkawan kita yang masih ditangkap dan teman-teman kita yang masih belum tahu nasibnya di mana. Saling jaga! Jaga warga!” tutup Ferry.
Latar Belakang Polemik: Dari Demonstrasi ke Dugaan Pidana
Sebelumnya, polemik sempat memuncak ketika empat perwira tinggi TNI mendatangi Polda Metro Jaya pada Senin (8/9/2025).
Mereka adalah Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom Mayjen Yusri Nuryanto, Kababinkum TNI Laksda Farid Ma’ruf, dan Kapuspen TNI Brigjen Freddy Ardianzah. Kedatangan mereka disebut sebagai konsultasi hukum terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan Ferry Irwandi.
“Kehadiran kami di Polda Metro Jaya selain bersilaturahmi dengan sahabat-sahabat kami, kami juga tadi telah melakukan konsultasi dengan saudara-saudara kami di Polda Metro Jaya,” ujar Brigjen Juinta, saat itu.
Satuan Siber TNI menilai sejumlah konten digital yang diproduksi Ferry mengandung dugaan pencemaran nama baik terhadap institusi, fitnah, serta ujaran kebencian yang berpotensi menimbulkan keresahan publik.
Brigjen Juinta juga menyinggung adanya disinformasi dan ajakan provokatif yang dinilai mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Temuan tersebut menjadi dasar konsultasi hukum ke Polda Metro Jaya, meski tidak berujung pada pelaporan resmi karena terbentur putusan Mahkamah Konstitusi yang membatasi hak institusi negara untuk melaporkan pencemaran nama baik.
Dugaan pelanggaran ini muncul di tengah situasi pasca-demonstrasi besar yang berlangsung pada 25–30 Agustus 2025 di Jakarta dan sejumlah daerah. Aksi yang awalnya menuntut transparansi gaji DPR dan reformasi kebijakan publik berkembang menjadi gerakan nasional bertajuk “17+8 Tuntutan Rakyat,” yang turut disuarakan Ferry melalui kanal digitalnya.
Unjuk rasa tersebut diwarnai aksi anarkis, pembakaran fasilitas umum, penjarahan rumah pejabat, serta korban jiwa, termasuk tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan yang terlindas kendaraan taktis Brimob di Pejompongan.
Dalam konteks ini, konten Ferry dianggap memiliki potensi provokatif yang perlu dikaji secara hukum oleh aparat.
“Saya ulangi, kami menemukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi,” tegas Brigjen Juinta.