Sritex, Raja Kain yang Kini Karam Tertimbun Utang

sritex-raja-kain-yang-kini-karam-tertimbun-utang . ()

Didada Media - Lebih dari 50 tahun lalu, peranakan Tiongkok, Haji Muhammad Lukminto mendirikan sebuah pabrik tekstil.  Perusahaan yang bernama  PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex kemudian berkembang dan menjadi   raja kain di Indonesia pada masa Orde Baru.

Namun belakangan perusahaan ini terlilit utang. Mengutip laporan CNBC pada Maret lalu, disebutkan bahwa  hingga September 2022, total liabilitas SRIL tercatat US$1,6 miliar atau setara dengan Rp24,66 triliun (kurs=Rp15.500/US$). Jumlah tersebut didominasi oleh utang-utang yang memiliki bunga seperti utang bank dan obligasi. 

Terbaru, SRIL mengalami pembengkakan rugi yang diatribusikan kepada entitas induk sebesar 30,74% pada paruh pertama tahun 2023.

Merujuk pada laporan keuangannya, rugi per Juni 2023 emiten milik konglomerat Iwan Lukminto ini tercatat sebesar US$ 78,72 juta atau setara Rp 1,2 triliun (Rp15,342/US$). Sementara pada periode yang sama tahun lalu, perseroan membukukan rugi sebesar US$ 60,21 juta.

Sritex merupakan perusahaan besar yang menguasai industri tekstil di Indonesia. Dia sudah berdiri lebih dari 50 tahun sebelum akhirnya dihantam badai utang. 

Lantas siapa pendiri Sritex?

Sejarah perusahaan Sritex tidak bisa terlepas dari sosok pendirinya, yaitu Haji Muhammad Lukminto (H.M Lukminto). Lukminto alias Le Djie Shin adalah peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946. Dia memulai karir sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo sejak usia 20-an.

Dalam uraian buku Local Champion, Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto tumbuh subur. Hingga akhirnya pada 1966 atau di usia 26 tahun dia berani menyewa kios di Pasar Klewer. Kios itu diberi nama UD Sri Redjeki.

Tak disangka bisnisnya moncer. Dua tahun berselang dia mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian pabrik inilah yang kemudian menjelma menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang kini bertahan hingga kini pada 1980.

Tak banyak cerita 'tangan dingin' Lukminto dalam menjadikan Sritex sebagai 'raja' industri kain di Indonesia. Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan Presiden Indonesia Ke-2, Soeharto. Rupanya ada tangan dingin penguasa itu dalam perkembangan Sritex.

Mengutip Prahara Orde Baru (2013) terbitan Tempo, Sritex adalah ikon penguasa karena disinyalir berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, sebutan bagi keluarga Soeharto. Fakta ini tidak terlepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko yang selama Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar. Harmoko adalah sahabat kecil Lukminto.

Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto mendapat durian runtuh. Di masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam yang disponsori pemerintah.

"Di dalam negeri, ketika itu Sritex (tahun 1990-an) menerima orderan seragam batik Korpri, Golkar, dan ABRI," tulis Tempo. Dan karena ini pula Sritex mendapat jutaan rupiah dan dollar, ditambah dengan penguasaanya terhadap pasar garmen di dalam dan luar negeri.

Editor: redaktur

Komentar