Tridinews.com - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meminta pengoplos beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi beras premium segera sadar dan menghentikan praktik curang sebelum ditindak tegas pemerintah.
Amran mengaku pihaknya mendapat laporan adanya dugaan praktik pengoplosan beras dari beras SPHP yang diubah menjadi kemasan beras premium.
"Ini laporan dari bawah, kami minta tolong jangan dilakukan, jangan diulangi (mengoplos beras SPHP jadi premium)," kata Mentan dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Ia menegaskan hal tersebut merupakan pelanggaran serius karena merugikan masyarakat dan merusak tujuan utama Program SPHP dalam menjaga keterjangkauan harga beras di pasaran.
Diungkapkan, berdasarkan informasi yang diterima pihaknya, distribusi beras SPHP ke penyalur diduga mencapai 60 hingga 80 persen. Beras tersebut lalu diubah kemasannya tidak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah yakni menjadi kemasan beras premium.
"Kalau informasi yang kami terima SPHP yang dijual ke penyalur itu 60-80 persen (lalu diubah kemasan jadi premium), 20-40 persen itu dijual sesuai standar," jelas Mentan.
Beras SPHP yang seharusnya didistribusikan sesuai standar justru dibongkar, dikemas ulang, dan dipasarkan dengan harga medium atau premium, padahal produk tersebut masih dalam skema Program SPHP.
Amran menegaskan bahwa data laboratorium sudah diperiksa untuk menelusuri indikasi pelanggaran dan berharap pelaku di lapangan tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Pemerintah mengingatkan seluruh pelaku usaha distribusi beras untuk tidak bermain-main dengan program SPHP karena jika terbukti melakukan kecurangan, akan ada sanksi yang dijatuhkan sesuai hukum berlaku.
Sementara itu, Ketua Satgas Pangan Mabes Polri Brigjen Helfi Assegaf menegaskan praktik para pengusaha maupun produsen yang mengemas beras dengan komposisi yang tidak sesuai dengan isi, mutu dan kualitasnya merupakan tindakan pidana.
“Ini jelas merupakan tindak pidana berdasarkan Pasal 62, Pasal 8, dan Pasal 69 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jadi, semuanya sudah diatur sedemikian rupa,” kata Helfi.
Helfi mengingatkan bila pengusaha atau produsen masih melakukan praktik kotor tersebut dan ketahuan, mereka akan dikenakan hukuman dengan ancaman penjara hingga lima tahun serta denda sebesar Rp2 miliar.
“Namun demikian, pemerintah masih memberikan waktu dua minggu. Artinya hingga tanggal 10 Juli, kita akan melakukan pengecekan ke seluruh ritel, baik ritel modern maupun pasar tradisional. Apabila masih ditemukan pelaku tindak pidana yang dimaksud, maka kita akan melakukan penegakan hukum,” katanya.
Editor: redaktur