Tridinews.com - Pemerintah tengah menyusun Compliance Improvement Program (CIP) untuk mengatasi aktivitas ekonomi tersembunyi atau shadow economy, di mana usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak menjadi sasaran dari program tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan dalam penyusunan program kepatuhan, baik dalam sistem formal maupun informal, pemerintah berusaha menjamin tiap wajib pajak merasa diperlakukan secara adil sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing.
“Jadi, kami juga tidak akan memajaki yang bukan kemampuan mereka. Tapi, kalau ada yang memang kemampuannya sesuai peraturan perundang-undangan, itu yang akan terus kami tegakkan,” kata Sri Mulyani dikutip dari Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Sabtu.
Untuk UMKM informal, pemerintah akan tetap mengedepankan pemberian fasilitas pajak dalam mendorong kepatuhan pajak UMKM.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) misalnya, pemerintah menetapkan fasilitas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) senilai Rp500 juta untuk UMKM wajib pajak orang pribadi.
Sedangkan UMKM yang omzetnya mencapai Rp4,8 miliar, dibebankan pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen.
“Itu masih akan berlaku. Kami berharap itu akan membuat UMKM merasa diberikan pemihakan. Karena banyak sekali yang berpersepsi bahwa seluruh bidang usaha, terutama yang tidak mampu, terbebani dengan pajak tersebut,” tambahnya.
Sri Mulyani menegaskan program yang disiapkan untuk mengatasi shadow economy lebih berfokus pada aktivitas ilegal, terutama yang berkaitan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam pidato Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025, Prabowo menyampaikan tekadnya untuk menyelamatkan kekayaan negara bernilai Rp300 triliun melalui penertiban 1.063 titik aktivitas tambang ilegal yang kini terdeteksi di Tanah Air.
“Beliau melihat banyak sekali kegiatan ilegal yang menyebabkan kepatuhan itu menjadi salah satu tantangan yang sangat besar. Kami dari sisi penerimaan perpajakan akan melihat kepatuhan dari sisi itu,” ujar Sri Mulyani.
Dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, pemberantasan shadow economy menjadi salah satu strategi untuk mendongkrak penerimaan pajak.
Pemerintah mulai menyusun CIP pada tahun ini, bersamaan dengan kajian pengurukan dan pemetaan shadow economy serta analisis intelijen untuk mendukung penegakan hukum terhadap wajib pajak berisiko tinggi. Analisis intelijen nantinya akan dikembangkan untuk menganalisis potensi dari shadow economy.
Adapun sejauh ini, langkah konkret yang telah diambil untuk memitigasi dampak shadow economy mencakup integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang efektif terimplementasi melalui Coretax.
Kemudian melaksanakan proses canvassing aktif untuk mendata wajib pajak yang belum terdaftar, serta menunjuk entitas luar negeri sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi digital Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) guna meningkatkan pengawasan dan penerimaan.
Ke depan, pemerintah akan fokus mengawasi sektor-sektor dengan aktivitas shadow economy yang tinggi, seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.
Sistem layanan perpajakan juga akan terus diperbaiki melalui Coretax dan memanfaatkan data pelaku usaha dari sistem OSS Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menjaring UMKM.
Terakhir, pemerintah akan melakukan pencocokan data dengan pelaku usaha di platform digital yang belum teridentifikasi secara fiskal untuk memperkuat basis data dan meningkatkan kepatuhan pajak secara menyeluruh.
Pemerintah susun CIP demi atasi shadow economy
