Tridinews.com - Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat memberi atensi khusus isu yang tengah ramai terkait program pengiriman siswa ke barak militer oleh Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi.
Ombudsman menilai pelayanan pendidikan karakter melalui pembinaan khusus masih terus mencermati program yang kelihatannya masih terus berproses dan berkembang.
Kepala Ombudsman RI Jabar, Dan Satriana, memiliki beberapa catatan dalam pelaksanaan awal program ini.
Pertama, opini yang mendukung dan mengkritik program tersebut sebenarnya hal biasa dan perlu dianggap sebagai partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik.
"Namun, sayangnya opini ini dipengaruhi penyampaian informasi yang tak lengkap oleh Pemprov Jabar. Sebagian besar informasi program didapat masyarakat lewat pernyataan lisan KDM di berbagai medsos yang tentu tak bisa memuat informasi lengkap," ujar Dan, Rabu (14/5/2025).
Meskipun, lanjutnya, kemudian disosialisasikan lewat Surat Edaran Gubernur Jabar tentang 9 langkah pembangunan pendidikan Jabar menuju terwujudnya Gapura Panca Waluya.
Tetapi, kata Dan, hal itu tetap belum dapat memberikan informasi lengkap terkait tujuan, sasaran, dan pelaksanaan pembinaan khusus ini.
Padahal, keterbukaan sebagai salah satu asas pelayanan publik penting untuk mewujudkan kepastian hukum dan meningkatkan kualitas partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Hal kedua yang dilihat Dan, kriteria siswa yang menjadi sasaran pembinaan khusus ini masih perlu diperjelas lagi. Dalam SE Gubernur Jabar memang sudah disebutkan sasaran program ialah peserta didik yang memiliki perilaku khusus.
Namun setidaknya dalam salah satu tayangan medsos yang memuat dialog Gubernur Jabar dengan seorang peserta pembinaan khusus ini, terungkap siswa itu sukarela ikut program dengan alasan yang tak sesuai kriteria yang disampaikan KDM maupun disebutkan dalam SE.
"Pemprov mesti memperjelas kriteria sasaran pembinaan khusus ini untuk memastikan proses pendataan peserta dan mengukur pencapaian tujuan pembinaan khusus. Lalu, kepastian sasaran akan mengurangi potensi maldministrasi berupa penyimpangan prosedur dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini," katanya.
Selanjutnya, pembinaan khusus yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mempertimbangkan rangkaian bentuk perlindungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak.
Dalam peraturan tersebut disebutkan, perlindungan khusus bagi anak dengan perilaku sosial menyimpang dilakukan melalui bimbingan nilai agama dan nilai sosial, konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial dengan melibatkan peran orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan, dan lembaga keagamaan.
"Rangkaian perlindungan khusus serta peran semua lembaga terkait tidak dapat serta merta digantikan oleh pembinaan khusus bersama TNI dan Polri. Apalagi, pembinaan khusus yang dilakukan bersama TNI dan Polri tentu memiliki materi dan durasi waktu terbatas yang kemungkinan terfokus pada upaya perbaikan perilaku dan penguatan karakter peserta," ucap Dan.
Sedangkan perilaku sosial menyimpang, kata Dan, sebagaimana dicontohkan dalam dialog peserta pembinaan khusus dengan Gubernur Jawa Barat di salah satu salah satu tayangan media sosial, dipengaruhi berbagai faktor yang perlu diselesaikan bersama berbagai lembaga yang kompeten.
Dan Satriana menyarankan kepada KDM untuk me-review dan memperkuat fungsi maupun kinerja lembaga terkait. Hal itu dilakukan apabila lembaga itu kinerjanya pada saat ini dianggap belum optimal menyelesaikan permasalahan anak dengan perilaku sosial menyimpang.
"Penguatan peran lembaga terkait melalui rangkaian bentuk perlindungan diharapkan akan membantu menyelesaikan akar masalah dari perilaku sosial menyimpang serta memberikan dukungan terhadap kesinambungan perubahan perilaku yang dihasilkan melalui pembinaan khusus," katanya.
Editor: redaktur