Tridinews.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyampaikan hanya dua spesies badak yang tersisa di Nusantara.
Mereka adalah Badak Sumatera dan Badak Jawa dan kedua spesies ini sama - sama berstatus sangat kritis.
Hal ini disampaikan Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dalam peringatan Hari Badak Sedunia ke-15 bertema 'Badak Lestari Bumi Berseri' di Kantor Kemenhut RI, Jakarta, Senin (22/9/2025).
"Peringatan kali ini menjadi sangat penting dan kusial, karena fakta pahitnya jumlah badak di alam kita semakin terbatas," kata Menhut dalam sambutannya.
Data terkini, populasi Badak Jawa diperkirakan hanya berjumlah 87-100 individu dan terbatas di Taman Nasional Ujung Kulon.
Sedangkan populasi Badak Sumatera diperkirakan tersisa kurang dari 100 individu yang hidup dalam kantong - kantong kecil di Sumatera dan Kalimantan.
Diantaranya, Taman Nasional Gunung Leuser, Way Kambas, dan Bukit Barisan Selatan.
Raja Antoni menerangkan bahwa pelestarian badak bukan hanya soal menyelamatkan satwa, tapi juga tentang menjaga ekosistem, keragaman genetik dan menjaga martabat bangsa.
"Selama badak masih hidup dan berkembang biak, selama itu pula dunia tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang mampu menjaga titipan alamnya," kata Raja Antoni.
Adapun langkah konservasi terus dilakukan Kemenhut.
Mulai dari pengembakbiakan semi in-situ di Taman Nasional Way Kambas, pengembangan teknologi reproduksi dan biobank, pemanfaatan teknologi konservasi seperti kamera jebak, drone, analisis DNA lingkungan, hingga pengerahan anjing K-9, sampai penguatan patroli, penegakan hukum, dan edukasi masyarakat.
Selain itu operasi penyelamatan dan translokasi badak juga digalakkan, termasuk penyelamayan badak 'Pari' di Suaka Kelian Kalimantan Timur dan rencana operasionalisssi Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur.
"Kita semua harus menjadi agen perubahan yang membawa harapan bagi masa depan biodiversitas Indonesia," kata Raja Antoni.
Dalam kesempatan itu, sebagai simbol dukungan global, International Rhino Foundation (IRF) turut menyerahkan sebuah patung Badak Jawa berbahan perunggu seberat 1,73 ton.
Patung ini merupakan hasil karya seniman dunia Gillie dan Marc asal Amerika Serikat (AS), kepada Pemerintah Indonesia melalui Kemenhut.
Penurunan Populasi Badak Dipicu Perburuan hingga Krisis Habitat
Populasi badak di dunia terus mengalami penurunan drastis dalam beberapa dekade terakhir.
Hewan bercula yang menjadi simbol kekuatan alam ini kini menghadapi ancaman kepunahan akibat berbagai faktor yang sebagian besar dipicu oleh aktivitas manusia:
- Perburuan Ilegal Jadi Ancaman Terbesar
- Perburuan liar masih menjadi pemicu utama menyusutnya jumlah badak. Cula badak memiliki nilai ekonomi sangat tinggi di pasar gelap, terutama di Asia, karena dipercaya memiliki khasiat obat tradisional dan dijadikan simbol status.
- Hilangnya Habitat Akibat Deforestasi
- Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, pertanian, infrastruktur, dan pemukiman menyebabkan penyusutan area jelajah badak. Kondisi ini membuat badak kesulitan menemukan makanan dan pasangan, serta meningkatkan risiko konflik dengan manusia.
- Reproduksi Lambat Menghambat Pemulihan
- Masa kehamilan mencapai 15–16 bulan, dengan jarak kelahiran anak berikutnya bisa mencapai 2–3 tahun. Laju pertumbuhan populasi yang lambat ini membuat jumlah badak sulit pulih meski upaya konservasi telah digencarkan.
- Dampak Perubahan Iklim dan Penyakit
- Perubahan cuaca ekstrem dan berkurangnya sumber air mengancam ketersediaan pakan. Di sisi lain, kontak dengan hewan ternak meningkatkan risiko penyebaran penyakit yang dapat melemahkan populasi badak.
Badak terancam punah di Nusantara, tersisa kurang dari 200 spesies
