Rekonstruksi Gaza butuh upaya monumental seperti Jerman usai PD II

rekonstruksi-gaza-butuh-upaya-monumental-seperti-jerman-usai-pd-ii . (net)

Tridinews.com - Rekonstruksi Jalur Gaza, Palestina, akan membutuhkan "upaya monumental" yang sebanding dengan pembangunan kembali Jerman setelah Perang Dunia II.

Hal ini sebagaimana disampaikan mantan Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Hak Asasi Manusia, Andrew Gilmour.

Dalam pernyataannya, Andrew Gilmour memperingatkan bahwa krisis kemanusiaan di Gaza tetap mengerikan bahkan setelah gencatan senjata.

Gencatan senjata telah berlaku untuk perang di Gaza, setelah pemerintah Israel menyetujui kesepakatan yang ditengahi Amerika Serikat (AS) dengan Hamas dalam negosiasi yang melibatkan langsung Presiden AS Donald Trump.

Andrew Gilmour mengatakan kepada Al Arabiya English bahwa meskipun berita gencatan senjata membawa kelegaan, jalan di depan akan panjang dan penuh rintangan.

"Kami belum pernah melihat tingkat kehancuran seperti ini dengan lebih banyak bom yang dijatuhkan di Jerman selama Perang Dunia II oleh semua sekutu di wilayah kecil seukuran Gaza," kata Gilmour, Jumat (10/10/2025).

"Hampir setiap universitas, rumah sakit, dan klinik. Infrastrukturnya hancur," tegas dia.

Gilmour mengatakan, dunia kini harus menghadapi tantangan membersihkan 50 juta ton puing, memulihkan layanan penting, dan menyediakan tempat berlindung bagi warga sipil yang mengungsi.

Namun, bahkan sebelum pembangunan kembali dapat dimulai, ia menekankan, bantuan harus mulai mengalir ke Gaza "segera".

"Sejumlah besar makanan telah teronggok di luar Gaza yang tidak diizinkan masuk oleh Israel, dan itu sangat kejam," katanya.

"Bahkan, pasta kacang, yang diberikan kepada anak-anak untuk mencegah mereka mati kelaparan, itu pun dicegah dengan kejam," papar Gilmour.

Warga Gaza Lihat Sisa-sisa Rumah usai Gencatan Senjata

Ribuan warga Gaza mulai memilah-milah reruntuhan rumah mereka yang hancur setelah adanya kesepakatan gencatan senjata, Jumat.

Pengumuman bahwa kesepakatan yang ditengahi AS telah berlaku membuat ribuan warga Palestina berbondong-bondong menyusuri jalan pesisir Jalur Gaza dengan berjalan kaki, bersepeda, truk, dan kereta keledai menuju wilayah utara yang sebagian besar hancur.

Hampir seluruh penduduk Gaza yang berjumlah 2,2 juta jiwa mengungsi selama dua tahun perang yang tak henti-hentinya yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menghancurkan sebagian besar wilayah kantong itu.

Bagi sebagian orang, prospek untuk kembali, bahkan ke sisa-sisa rumah mereka sebelumnya, sudah cukup untuk membangkitkan kegembiraan.

"Tentu saja, tidak ada rumah – semuanya telah hancur – tetapi kami senang bisa kembali ke tempat rumah kami semula, bahkan di atas reruntuhan," kata warga bernama Mahdi Saqla (40), sambil berdiri di dekat tenda darurat di Gaza tengah, dilansir Al Arabiya.

"Itu pun merupakan kebahagiaan yang luar biasa," jelasnya.

Meskipun perayaan besar-besaran menyambut berita gencatan senjata, banyak warga Palestina yang sangat menyadari bahkan sebelum kembali bahwa hanya sedikit yang tersisa dari kehidupan yang mereka kenal sebelum perang.

"Oke, sudah berakhir – lalu bagaimana? Tidak ada rumah yang bisa saya tuju," ujar Balqees, seorang ibu lima anak dari Kota Gaza yang berlindung di Deir al-Balah di Gaza tengah, kepada Reuters pada Jumat pagi.

"Mereka telah menghancurkan segalanya. Puluhan ribu orang tewas, Jalur Gaza hancur, dan mereka membuat gencatan senjata. Apakah saya seharusnya bahagia? Tidak, saya tidak bahagia," tambahnya.


Kesepakatan untuk Hentikan Perang di Gaza

Sebuah kesepakatan terobosan yang menghentikan perang di Gaza telah tercapai.

Israel ingin memastikan Hamas melucuti senjatanya.

Sementara, Hamas ingin memastikan Israel menarik pasukannya sepenuhnya dari Gaza dan tidak diizinkan untuk memulai kembali perang.

Pada saat yang sama, pemerintahan pascaperang untuk Gaza harus dibentuk untuk menggantikan pemerintahan Hamas.

Tanpa pemerintahan tersebut, rekonstruksi kemungkinan besar tidak akan terjadi, yang membuat lebih dari 2 juta penduduk Gaza terus menderita.

Penarikan sebagian pasukan Israel di Gaza kemudian akan dimulai, menurut pejabat Arab dan seorang pejabat Hamas, yang berbicara dengan syarat anonim karena teks perjanjian belum dirilis.

Sejauh mana penarikan pasukan belum diumumkan ke publik, tetapi pejabat Hamas telah mengatakan pasukan akan bergerak keluar dari wilayah berpenduduk.

Diberitakan AP News, Hamas telah setuju untuk membebaskan 20 sandera yang masih hidup dalam beberapa hari, kemungkinan pada Senin (13/10/2025), dan Israel akan membebaskan ratusan tahanan Palestina.

Hamas juga akan menyerahkan jenazah sekitar 28 sandera yang diyakini telah meninggal, meskipun karena alasan logistik, hal itu mungkin membutuhkan waktu lebih lama.

Pada saat yang sama, ratusan truk bantuan akan mulai bergerak ke Gaza, dan jumlahnya akan terus bertambah seiring waktu.

Hamas telah lama bersikeras tidak akan membebaskan sandera terakhirnya kecuali pasukan Israel meninggalkan Gaza sepenuhnya.

Kini, setelah setuju untuk membebaskan mereka terlebih dahulu, Hamas mengatakan mereka mengandalkan jaminan kuat dari Trump bahwa penarikan penuh akan terjadi.

Perang Israel di Gaza telah menewaskan 67.211 orang dan melukai 169.961 orang sejak Oktober 2023.

Ribuan lainnya diyakini terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur.

Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan 7 Oktober 2023, dan sekitar 200 orang ditawan.

Editor: redaktur

Komentar