Tridinews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) menerima uang sebesar Rp2,25 miliar hasil dugaan pemerasan terhadap enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, uang tersebut berasal dari setoran “jatah preman” yang diminta Abdul Wahid setelah terjadi penambahan anggaran UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPRPKPP Riau. Nilai anggaran meningkat dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, atau naik Rp106 miliar.
“Setidaknya terjadi tiga kali setoran fee untuk jatah saudara AW,” ujar Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).
Menurut Tanak, awalnya Sekretaris Dinas PUPRPKPP Riau Ferry Yunanda mengadakan pertemuan dengan enam Kepala UPT untuk menyepakati pemberian fee sebesar 2,5 persen dari selisih kenaikan anggaran. Namun, dalam pertemuan lanjutan, disepakati jatah untuk Abdul Wahid menjadi 5 persen, atau sekitar Rp7 miliar.
Dana itu disetor dalam tiga tahap sepanjang 2025: Juni, Agustus, dan November. Pada Juni, terkumpul Rp1,6 miliar, dengan Rp1 miliar diterima langsung oleh Abdul Wahid. Pada Agustus, terkumpul Rp1,2 miliar, meski belum dijelaskan secara rinci berapa yang diterima sang gubernur.
Kemudian pada November, Abdul Wahid diduga menerima Rp450 juta lewat perantara dan Rp800 juta secara langsung, dari total setoran Rp1,25 miliar.
“Total penyerahan dari Juni hingga November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal Rp7 miliar,” kata Tanak. Dari jumlah itu, uang yang diyakini diterima langsung oleh Abdul Wahid mencapai Rp2,25 miliar.
Sebelumnya, KPK menangkap Abdul Wahid bersama delapan orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 3 November 2025. Sehari kemudian, Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (DAN) menyerahkan diri ke KPK.
Pada 5 November 2025, KPK menetapkan Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPRPKPP Riau M. Arief Setiawan (MAS), dan Dani M. Nursalam (DAN) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.