Israel perburuk situasi di Gaza, internet hingga telepon terputus

israel-perburuk-situasi-di-gaza-internet-hingga-telepon-terputus . (net)

Tridinews.com - Situasi di Jalur Gaza semakin memburuk setelah sinyal internet dan jaringan telekomunikasi kembali terputus total pada Kamis (18/9/2025).

Pemadaman akses internet ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan konsekuensi langsung dari strategi militer Israel yang menargetkan infrastruktur penting, termasuk jalur komunikasi utama.

Terlebih pemadaman terjadi bertepatan dengan masuknya tank-tank Israel ke jantung Kota Gaza, memperkuat dugaan bahwa serangan ke jaringan telekomunikasi dilakukan bersamaan dengan manuver darat.

Menurut pernyataan resmi Perusahaan Telekomunikasi Palestina (Paltel), layanan telekomunikasi lumpuh akibat pengeboman terhadap rute jaringan inti.

Bagi warga sipil, dampaknya sangat besar. Pemadaman internet dan telepon membuat keluarga terpisah tanpa kabar, lembaga kemanusiaan kesulitan memantau korban, dan rumah sakit terhambat berkoordinasi dalam mengevakuasi pasien.

Banyak warga bahkan terpaksa mencari sinyal lemah lewat e-SIM di tempat tinggi untuk sekadar mengirim pesan darurat, menambah kepanikan warga, sekaligus menjadi pertanda operasi darat Israel bakal meningkat.

“Pemutusan layanan internet dan telepon adalah pertanda buruk. Sinyalnya selalu buruk; sesuatu yang sangat brutal akan terjadi,” kata Ismail, salah satu warga yang kini hanya mengandalkan e-SIM untuk terhubung, meski harus naik ke tempat lebih tinggi demi menangkap sinyal.

Tentara Israel menolak berkomentar langsung mengenai pemadaman tersebut.

Namun dalam pernyataan terakhirnya, militer menegaskan sedang memperluas operasi di Kota Gaza untuk “membongkar infrastruktur teror dan melenyapkan militan,” serta tetap aktif di Khan Younis dan Rafah di bagian selatan.


48.000 Warga Angkat Kaki dari Gaza

Sejak Israel mengumumkan rencana menguasai Kota Gaza pada 10 Agustus, ratusan ribu warga dilaporkan telah mengungsi.

Hal itu turu dikonfirmasi Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), menyebut bahwa hampir 48.000 warga Palestina telah mengungsi ke selatan dalam dua hari terakhir.

Banyak warga, terutama perempuan dan lansia, berjalan kaki hingga 9 jam di bawah cuaca ekstrem karena tak mampu membayar transportasi.

Untuk mempercepat migrasi, militer Israel awal pekan ini mengumumkan pembukaan jalur transportasi sementara melalui Jalan Salah al-Din selama 48 jam untuk memberi kesempatan warga meninggalkan Gaza.

Langkah tersebut diumumkan setelah serangan darat besar-besaran pada Selasa (16/9), ketika tank dan kendaraan lapis baja dikirim masuk ke wilayah tersebut.

Pembukaan jalur Salah al-Din juga berfungsi sebagai instrumen propaganda militer. Dengan mengumumkan adanya koridor evakuasi, Israel berupaya menunjukkan bahwa mereka memberikan “jalan aman” bagi warga Gaza. 

Pesan ini diarahkan ke komunitas internasional untuk menepis tuduhan bahwa Israel sama sekali tidak peduli pada keselamatan warga sipil. 

Namun kenyataannya, kondisi di jalur evakuasi maupun di lokasi tujuan tidak menjamin keselamatan ataupun kehidupan layak. Banyak pengungsi yang tetap menghadapi kekurangan pangan, air bersih, obat-obatan, serta risiko serangan di wilayah yang diklaim sebagai zona aman.

Selain itu, jalur evakuasi ini juga mempercepat agenda Israel untuk mengosongkan wilayah strategis dari populasi sipil. 

Kota Gaza dipandang sebagai benteng pertahanan utama Hamas. Dengan semakin sedikitnya warga sipil di area tersebut, Israel dapat melancarkan operasi skala besar, termasuk serangan tank, artileri, dan pembongkaran infrastruktur bawah tanah, tanpa menanggung beban diplomasi yang lebih berat akibat jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar.

Bagi warga Gaza, tawaran evakuasi ini mencerminkan dilema pahit. Sebagian terpaksa meninggalkan rumah mereka meskipun tidak tahu harus menuju kemana.

Sementara yang lain memilih bertahan di tengah reruntuhan karena tidak memiliki sarana transportasi atau merasa tidak ada tempat aman untuk dituju. 

Bagi mereka, jalur Salah al-Din mungkin hanyalah koridor menuju ketidakpastian, bukan jaminan keselamatan.

Editor: redaktur

Komentar