Tridinews.com - Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), menerbitkan foto perpisahan para sandera Israel yang ditahannya.
Foto tersebut diterbitkan ketika Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melancarkan serangan darat di Kota Gaza.
"Atas keteguhan hati (Perdana Menteri Israel) Netanyahu dan ketundukan (Kepala Staf IDF) Zamir, sebuah foto perpisahan di awal operasi darat di Gaza," tulis Brigade Al-Qassam dalam komentar pada foto yang dipublikasikan di kanal Telegramnya, Sabtu (20/9/2025).
Pimpinan militer Brigade Qassam sebelumnya telah menegaskan, Gaza tidak akan menjadi sasaran empuk bagi tentara pendudukan.
Berbicara kepada pimpinan militer dan politik Israel, ia berkata, "Kami tidak takut kepada kalian dan siap mengirim jiwa prajurit kalian ke neraka."
"Kami telah menyiapkan bagi kalian pasukan martir, ribuan penyergapan, dan bom rekayasa, dan Gaza akan menjadi kuburan bagi prajurit kalian," lanjutnya.
"Kalian memasuki perang atrisi yang dahsyat yang akan mengakibatkan jatuhnya korban dan tawanan tambahan," tambahnya.
Pemimpin Brigade Al-Qassam mengungkapkan mereka telah melatih para pejuangnya untuk menempatkan alat peledak di dalam kabin kendaraan pendudukan Israel.
Dia menekankan, buldoser pendudukan Israel akan menjadi target utama para pejuangnya dan akan meningkatkan jumlah tahanan yang ditahannya.
"Tawanan kalian tersebar di seluruh wilayah Kota Gaza, dan kami tidak akan membiarkan mereka hidup selama Netanyahu memutuskan untuk membunuh mereka. Memulai dan memperluas operasi kriminal ini berarti kalian tidak akan bisa membebaskan satu pun tahanan, baik yang hidup maupun yang mati. Nasib mereka semua akan sama seperti Ron Arad," katanya.
Ron Arad adalah seorang pilot Israel yang pesawatnya jatuh pada 16 Oktober 1986 di Lebanon selatan saat serangan udara Israel di wilayah sekitarnya.
Ia ditangkap oleh Gerakan Amal saat itu, dan nasibnya tidak diketahui sejak saat itu, seperti diberitakan Al Arabiya.
Serangan Israel di Kota Gaza Tewaskan 60 Warga Palestina
Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, merilis foto perpisahan para sandera Israel di Jalur Gaza saat Israel luncurkan serangan di Kota Gaza.
Pada hari yang sama, Israel mengumumkan serangan yang lebih luas terhadap Kota Gaza, membongkar terowongan bawah tanah dan struktur jebakan di wilayah itu.
Otoritas kesehatan Gaza melaporkan setidaknya 60 warga Palestina tewas dalam serangan tersebut.
Sejak awal September, Israel meluncurkan kampanye untuk menargetkan gedung-gedung tinggi di Kota Gaza.
Militer Israel telah mengambil alih pinggiran timur Kota Gaza, menggempur daerah Sheikh Radwan dan Tel Al-Hawa, di mana mereka akan diposisikan untuk maju ke bagian tengah dan barat kota.
Militer memperkirakan telah menghancurkan hingga 20 blok menara di Kota Gaza selama dua minggu terakhir.
Mereka juga meyakini, lebih dari 500.000 orang telah meninggalkan kota itu sejak awal September, menurut media Israel.
Sementara Hamas membantah laporan tersebut dengan mengatakan ada 300.000 orang pergi dan 900.000 orang masih tersisa, termasuk sandera Israel, seperti diberitakan Reuters.
Update Serangan Israel di Jalur Gaza
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 65.208 warga Palestina dan melukai sedikitnya 166.271 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza pada hari Sabtu.
Blokade bantuan membuat situasi kian memburuk, dengan 440 orang meninggal karena kelaparan, termasuk 147 anak-anak.
Selain itu, 2.518 orang tewas dalam serangan Israel ketika mereka mencari bantuan dan lebih dari 18.449 lainnya terluka sejak 27 Mei, seperti diberitakan Anadolu Agency.
Israel menyalahkan Hamas atas kondisi ini, merujuk pada Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan ratusan warga Israel dan menyandera sekitar 250 orang.
Hamas menyebut aksinya sebagai perlawanan terhadap pendudukan Israel sejak 1948 di tanah Palestina dan kontrol atas kompleks Masjid Al-Aqsa.
Meski sempat terjadi pertukaran tahanan pada tahun 2023 dan Januari 2025, Israel mengklaim sekitar 50 sandera masih ditahan di Gaza.
Dengan klaim untuk menekan Hamas, Israel menutup penuh akses ke Gaza dan menggempur wilayah itu tanpa henti, yang membunuh puluhan ribu warga sipil, menghancurkan rumah mereka dan memaksa mereka mengungsi.
Israel menembaki warga Palestina yang mencari bantuan di pusat penyaluran bantuan Gaza Humanitarian Foundation (GHF) di Rafah, Khan Younis, dan Wadi Gaza.
Serangan terhadap para pencari bantuan terjadi di tengah tekanan internasional terhadap Israel dan penyaluran bantuan dalam jumlah yang jauh dari kebutuhan.
Di sisi lain, Israel melancarkan serangan besar-besaran di Kota Gaza sejak awal September ini dengan dalih menargetkan basis Hamas dan untuk menduduki kota tersebut.
Sementara itu, nasib perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang ditengahi oleh Qatar dan Mesir masih belum jelas.
Hamas tetap bertahan dengan tuntutan awalnya, yaitu gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel dari Gaza, pertukaran sandera dengan ribuan tahanan Palestina, penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, rekonstruksi Gaza, serta jaminan politik dan keamanan.
Sedangkan Israel masih bersikeras bahwa Hamas harus menyerahkan senjata, membebaskan seluruh sandera, dan membubarkan gerakan tersebut.
Israel juga menganggap para pemimpin Hamas di Qatar sebagai hambatan dalam negosiasi, hingga militer Israel meluncurkan serangan ke Doha pada 9 September lalu.
Serangan tersebut memperburuk situasi dan Qatar berjanji akan memberikan balasan serta menuntut permintaan maaf dari Israel, menurut laporan Channel 12 Israel.