Ombudsman: Kesejahteraan petani kurangi tingkat kemiskinan di RI

ombudsman-kesejahteraan-petani-kurangi-tingkat-kemiskinan-di-ri . (net)

Tridinews.com - Ombudsman RI (ORI) menyebutkan lebih dari 70 persen tugas negara untuk memberantas kemiskinan itu sudah tercapai atau sukses bila pemerintah bisa membantu para petani untuk mencapai hidup yang layak dan sejahtera.

Saat membuka diskusi publik bertajuk Evaluasi Tata Kelola Subsidi Pupuk Saat Ini di Jakarta, Kamis, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan salah satu kantong kemiskinan di Indonesia berada di sektor pertanian.

"Jadi, saya berkeyakinan dengan menyejahterakan petani kita, maka secara otomatis kita turut membantu untuk memastikan agar kemiskinan di Indonesia sudah terselesaikan," kata Yeka.

Maka dari itu, kata dia, pupuk subsidi bukan hanya persoalan komoditas, melainkan bentuk kehadiran negara untuk membantu para petani di Tanah Air.

Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), ia menuturkan saat ini masih terdapat beberapa indikator yang memperlihatkan petani belum sejahtera. Indikator pertama, yakni banyaknya rumah tangga petani yang meninggalkan sektor pertanian dalam 10 tahun terakhir.

Yeka mengungkapkan terdapat sekitar 200 ribu rumah tangga yang meninggalkan sektor tersebut dalam periode 10 tahun atau sekitar total 600 ribu orang dengan perhitungan tiga orang dalam tiap rumah tangga.

"Ada orang yang berpikir bagus itu berarti sudah sejahtera. Iya kalau memang begitu sudah sejahtera, tapi kalau tidak sejahtera, tidak makin membaik juga, itu menjadi persoalan lain," tuturnya.

Indikator kedua, sambung dia, semakin banyaknya petani yang sudah tidak berdaulat atas lahannya. Hal tersebut berdasarkan pengamatan Yeka saat kunjungan kerja.

Setiap dirinya bertanya kepada petani saat kunjungan kerja, sekitar 90 persen petani zaman sekarang cenderung merupakan penggarap lahan orang lain, bukan pemilik.

Sementara sisanya pun, lanjut dia, mayoritas hanya menguasai lahan sekitar 0,1 hektare sampai 0,2 hektare atau 1.000 meter persegi sampai 2.000 meter persegi.

Menurut Yeka, kondisi tersebut sangat disayangkan lantaran apabila dihitung jumlah pendapatan satu petani dari luas lahan tersebut, paling besar hanya Rp300 ribu per bulan.

"Bisa jadi bahkan zonk kalau gagal panen. Nah, itu adalah bentuk ketidakberdayaan para petani kita," ungkap Yeka.

Editor: redaktur

Komentar