Tridinews.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku tidak percaya dengan pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengklaim sudah menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh sejak awal 2025.
Pernyataan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Senin (27/10/2025). Namun, Mahfud meragukan hal itu karena menurutnya KPK baru angkat bicara setelah dirinya terlebih dahulu mengungkap adanya dugaan mark up dalam proyek tersebut.
“Saya agak tidak percaya juga, karena baru dikatakan setelah ramai di publik. Dua hari sebelumnya malah KPK baru meminta saya melapor,” kata Mahfud dalam kanal YouTube Nusantara TV, Selasa (28/10/2025).
Mahfud menjelaskan, jika benar KPK baru bergerak setelah isu mark up mencuat, maka klaim bahwa penyelidikan sudah berjalan sejak awal tahun menjadi tanda lemahnya kinerja lembaga antirasuah itu.
“Tapi nggak apa-apa, tidak berdampak hukum, hanya saja kinerjanya buruk,” ujarnya.
KPK Diminta Telusuri Peralihan dari Jepang ke China
Mahfud juga menyarankan agar KPK menelusuri awal mula perpindahan kerja sama proyek Whoosh dari Jepang ke China.
Menurutnya, proyek ini awalnya dikerjakan berdasarkan studi kelayakan dari Japan International Cooperation Agency (JICA), dengan tawaran pinjaman berbunga rendah 0,1 persen dan masa tenggang 10 tahun. Namun, pada 2016 proyek tersebut tiba-tiba beralih ke China dengan skema business to business (B2B) dan bunga pinjaman mencapai 2 persen dengan tenor 40 tahun.
Perubahan ini didukung oleh Rini Soemarno, Menteri BUMN saat itu, karena dinilai tidak akan membebani APBN. Namun, Mahfud menilai perpindahan tersebut patut diselidiki.
“Proses pemindahan kontrak dari Jepang ke China itu patut dipertanyakan. Meskipun bisa dibilang biasa dalam bisnis, tetap saja mencurigakan,” ujarnya dalam program Kompas Petang di YouTube Kompas TV.
Pembengkakan Anggaran Juga Jadi Sorotan
Selain itu, Mahfud meminta KPK mengusut penyebab terjadinya pembengkakan biaya (cost overrun) dalam proyek Whoosh.
Awalnya, biaya pembangunan ditaksir sebesar 5,13 miliar dolar AS, namun pada 2022 membengkak menjadi 7,27 miliar dolar AS.
“Itu belum tentu korupsi, tapi harus diselidiki. Kenapa bisa membengkak sedemikian besar,” tegas Mahfud.
Kunci Penyelidikan Ada di Dokumen Kontrak
Mahfud juga menilai dokumen kerja sama Indonesia–China merupakan materi penyelidikan paling krusial. Ia mengingatkan bahwa China memiliki aturan ketat yang melarang kontrak proyek mereka diungkap ke publik.
“Yang paling penting adalah dokumennya. Konon, transaksi dengan China tidak boleh dibuka ke siapa pun, hanya antar pemerintah,” jelas Mahfud.
Ia pun mendorong KPK memeriksa dokumen, para menteri terkait di era Jokowi periode pertama, serta tim pelaksana proyek. Mahfud juga mempertanyakan apakah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki rincian keuangan dan jaminan dari proyek tersebut.
“BPK punya nggak rincian keuangannya dan berbagai jaminan yang dimungkinkan itu?” tutup Mahfud.