Tridinews.com - Situasi di Jalur Gaza kembali memanas meski gencatan senjata antara Israel dan Hamas secara resmi masih berlaku.
Menurut data terbaru dari Kantor Media Pemerintah Gaza, Israel tercatat telah melakukan sedikitnya 194 pelanggaran sejak kesepakatan gencatan dimulai pada 10 Oktober 2025.
Dalam laporan kepada kantor berita Anadolu Agency, Direktur Kantor Media Gaza Ismail al-Thawabteh menyebut pelanggaran tersebut terjadi hampir setiap hari.
“Sejak gencatan dimulai, Israel telah melanggar perjanjian lebih dari 190 kali. Mereka masih menembaki warga sipil, menghalangi bantuan medis, dan melanjutkan operasi militer di beberapa wilayah Gaza,” ungkap al-Thawabteh.
Pelanggaran di Zona Aman
Beberapa bentuk pelanggaran yang dilaporkan meliputi serangan militer terbatas, penembakan di zona aman, hingga blokade bantuan kemanusiaan.
Salah satu insiden terbaru terjadi pada Senin pagi, ketika dua warga Palestina tewas ditembak di dekat kawasan al-Baraksat, Rafah, setelah diduga melintasi “garis kuning” — batas penarikan pertama yang disepakati dalam perjanjian gencatan senjata.
Meski wilayah tersebut seharusnya aman, laporan di lapangan menunjukkan bahwa tentara Israel kerap menembak warga yang mendekati area itu, bahkan ketika mereka berada di zona sipil.
Tujuan Gencatan Senjata Mulai Pudar
Perjanjian gencatan senjata yang disepakati pada 10 Oktober sejatinya bertujuan untuk menghentikan pertempuran dan memulai proses pertukaran tahanan.
Tahap awal mencakup pembebasan sejumlah sandera Israel dengan imbalan sekitar 2.000 tahanan Palestina. Selain itu, kesepakatan juga menargetkan pemulihan ekonomi Gaza, pembangunan infrastruktur, dan pembentukan pemerintahan baru tanpa keterlibatan langsung Hamas.
Namun, pelanggaran berulang membuat implementasi perjanjian tidak berjalan efektif. Banyak pihak menilai Israel masih menjalankan operasi militer terselubung, terutama di wilayah selatan dan timur Gaza.
 Krisis Kemanusiaan di Titik Kritis
Akibat pelanggaran tersebut, krisis kemanusiaan di Gaza kini semakin memburuk.
Sejak Oktober 2023, serangan dan blokade Israel telah menewaskan hampir 69.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 170.000 orang.
Bantuan medis dan pangan masih sering tertahan di perbatasan, sementara ribuan keluarga hidup tanpa tempat tinggal layak akibat kehancuran besar-besaran di berbagai wilayah.
Rumah sakit juga kekurangan obat-obatan dan tenaga medis, ditambah krisis listrik dan air bersih yang membuat banyak fasilitas kesehatan tidak dapat beroperasi optimal.
Sejumlah pengamat menilai, tanpa pengawasan internasional yang kuat, gencatan senjata hanya akan menjadi dokumen simbolis tanpa dampak nyata di lapangan.
Harapan rakyat Gaza untuk hidup aman dan damai pun masih terasa jauh dari kenyataan.