Tridinews.com - Mahkamah Konstitusi pada Selasa ini menggelar sidang lanjutan pengujian materiil sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan pihak terkait.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tampak menghadiri sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta itu. Budi hadir sebagai penerima kuasa dari Presiden untuk menyampaikan keterangan pemerintah atas uji materiil dimaksud.
“Agenda sidang pada pagi atau siang hari ini adalah untuk mendengar keterangan dari pemerintah atau Presiden,” kata Ketua MK Suhartoyo membuka persidangan.
Selain Menkes, turut hadir perwakilan pemerintah lainnya, antara lain, Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kemenkes Asnawi Abdullah, dan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum Dhahana Putra.
Mengawali keterangannya, Menkes Budi menegaskan bahwa kesehatan merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang dilindungi dan dijamin keberlangsungannya oleh negara, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.
Menurut dia, UU Kesehatan hadir sebagai bentuk kodifikasi sistem hukum kesehatan Indonesia sekaligus wujud tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang mudah diakses dan berkualitas tinggi.
“UU Nomor 17 Tahun 2023 memperbarui sistem hukum kesehatan Indonesia yang sebelumnya tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan yang ditandai oleh fragmentasi kelembagaan dan disparitas antarprofesi,” kata Budi.
Ia pun menyebut UU Kesehatan terbaru itu disusun menggunakan pendekatan integratif. Hal ini bertujuan menata ulang relasi kelembagaan secara lebih proporsional antara masyarakat, tenaga medis, tenaga kesehatan, dan negara.
“Dari yang sebelumnya berorientasi pada organisasi profesi, ditata ulang menjadi struktur yang lebih seimbang dan berorientasi kepada masyarakat,” tutur Menkes.
Perkara uji materiil ini teregistrasi dengan Nomor 182/PUU-XXII/2024. Perkara dimohonkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama 52 pemohon lainnya yang di antaranya berprofesi sebagai dokter dan dokter gigi.
Beberapa kluster persoalan yang dikemukakan oleh para pemohon, yaitu penghapusan organisasi profesi tenaga medis, penghapusan konsil kedokteran Indonesia, penghapusan kolegium sebagai badan akademik organisasi profesi, dan kekeliruan menentukan sanksi pidana atas perbuatan mempekerjakan tenaga medis yang tidak memiliki surat izin praktik.
Para pemohon dalam sidang perbaikan permohonan, Kamis (6/3), sebagaimana dilansir dari laman resmi MK, menyampaikan setidaknya 14 butir petitum (hal-hal yang dimohonkan).
Salah satu poin petitum para pemohon, yaitu meminta MK menyatakan Pasal 311 ayat (1) UU Kesehatan dimaknai menjadi "Tenaga medis dan tenaga kesehatan membentuk organisasi profesi untuk dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia dan organisasi profesi untuk dokter gigi adalah Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia".
Kemudian, menyatakan Pasal 268 ayat (1) UU Kesehatan dimaknai menjadi "Untuk meningkatkan mutu dan kompetensi teknis keprofesian tenaga medis dan tenaga kesehatan serta memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat, untuk tenaga medis dibentuk konsil kedokteran Indonesia dan untuk tenaga kesehatan dibentuk konsil kesehatan Indonesia".
Pasal-pasal lainnya yang juga dimintakan pemaknaan ulang kepada Mahkamah, antara lain, Pasal 270, Pasal 272 ayat (1), Pasal 272 ayat (3), Pasal 258 ayat (2), Pasal 264 ayat (1) huruf b, Pasal 264 ayat (5), Pasal 291 ayat (2), Pasal 421 ayat (1), Pasal 442, serta Pasal 454 huruf c UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Editor: redaktur