Tridinews.com - SETARA Institute mengungkapkan bahwa terdapat 130 masalah aktual yang melekat di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Temuan ini merupakan hasil survei terhadap 167 ahli kepolisian yang dilakukan untuk merespons wacana pembentukan Tim Reformasi Polri oleh pemerintah.
“Terutama dengan melakukan survei terhadap pandangan 167 ahli di bidang kepolisian, yang semua dari mereka itu secara umum, kalau kita list ada sekitar 130 persoalan,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Haili Hasan, dalam konferensi pers daring, Jumat (19/9/2025).
Masalah-masalah tersebut diringkas menjadi 12 tema besar yang mencerminkan tantangan struktural dan sistemik dalam institusi Polri. Di antaranya adalah:
- Kedudukan Polri dalam struktur ketatanegaraan
- Kinerja pengawasan terhadap Polri
- Akuntabilitas penegakan hukum
- Tata kelola rumah tahanan dan perlindungan hak tahanan
- Orientasi pemidanaan dan tafsir kamtibmas
- Penggunaan senjata api
- Perlindungan dan pengayoman masyarakat
- Penanganan terorisme
- Fungsi pelayanan publik
- Pendidikan Polri
- Organisasi dan manajemen SDM
- Hubungan antar lembaga
“Dan dari 12 tema itu sebenarnya ada begitu banyak tantangan,” tegas Haili.
Survei SETARA juga menunjukkan rendahnya persepsi publik terhadap kinerja Polri. Sebanyak 61,6 persen ahli menilai kepercayaan publik terhadap Polri tidak baik, sementara hanya 16,8 persen menyatakan baik. Dalam hal integritas penegakan hukum, 58,7 persen responden menyatakan tidak baik, dan hanya 16,6 persen yang menilai baik.
Latar Belakang: Tuntutan Publik Usai Tragedi Affan Kurniawan
Langkah Presiden Prabowo membentuk Tim Reformasi Polri tak lepas dari tekanan publik pasca demonstrasi nasional 25–31 Agustus 2025.
Aksi yang dipicu kenaikan tunjangan DPR RI berujung bentrokan di sejumlah kota, termasuk insiden tragis tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) yang terlindas kendaraan taktis Brimob di depan Gedung DPR RI.
Foto-foto kerusuhan di sekitar Mako Brimob dan aksi massa di Kwitang, Jakarta, memperlihatkan kemarahan warga yang menuntut pengusutan kasus penabrakan tersebut.
Komnas HAM mencatat sedikitnya 10 korban jiwa selama eskalasi demonstrasi, sebagian diduga akibat kekerasan aparat.
Gelombang protes dari masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah, BEM SI, dan Gerakan Nurani Bangsa (GNB), menyerukan reformasi menyeluruh terhadap institusi kepolisian. Mereka mengajukan 17 tuntutan utama dan 8 tuntutan tambahan yang mencakup akuntabilitas, demiliterisasi, transparansi, dan perlindungan HAM.
Presiden Prabowo menyampaikan belasungkawa dan menyatakan keprihatinan atas tragedi tersebut. Ia kemudian mengumumkan pembentukan Tim Reformasi Polri sebagai respons atas tuntutan akuntabilitas dan profesionalisme institusi kepolisian.
Legitimasi dan Otoritas Tim Reformasi Jadi Sorotan
Peneliti HAM dan Reformasi Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, menekankan pentingnya legitimasi politik dan hukum bagi tim reformasi.
“Baik secara politik maupun secara peraturan perundang-undangan ataupun kewenangannya,” ujarnya.
Ikhsan menambahkan bahwa tim reformasi tidak cukup hanya memberi masukan, tetapi harus memiliki otoritas untuk menindaklanjuti dan memastikan implementasi rekomendasi.
“Tim Reformasi Polri tidak sekadar memberikan masukan tapi juga punya otoritas untuk menindaklanjuti bahkan memastikan implementasi dari rekomendasi dan saran mereka dapat terlaksanakan,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa Presiden Prabowo tengah menyiapkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pembentukan Tim Reformasi Polri. Tim tersebut disebut akan dilantik dalam waktu dekat.
SETARA Institute menegaskan bahwa reformasi Polri tidak boleh menjadi simbol belaka.
“Komisi Reformasi Kepolisian ini jangan hanya jadi gimik atau kosmetik,” ujar Haili Hasan. Ia menekankan bahwa reformasi harus diarahkan untuk memperkuat demokrasi dan mencegah regresi otoritarianisme.
SETARA ungkap ratusan masalah pada Polri, wajib ada reformasi
