Tridinews.com - Militer Israel (IDF) menghadapi krisis personel besar-besaran, yang dianggap paling parah sejak 1980-an, menyusul lebih dari dua tahun konflik di Jalur Gaza. Laporan media Ibrani, Channel 12, mengungkap bahwa saat ini IDF kekurangan sekitar 1.300 perwira berpangkat letnan hingga kapten di berbagai unit, sementara posisi mayor juga kekurangan sekitar 300 perwira.
Kekurangan personel ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keamanan nasional Israel dan membebani sistem perekrutan pasukan cadangan. Moral prajurit juga menurun, dengan hanya 63% bintara (NCO) dan 37% petugas yang bersedia melanjutkan dinas, turun signifikan dibandingkan 2018.
Selain itu, dampak perang juga dirasakan oleh keluarga tentara, termasuk kenaikan tingkat perceraian hingga 20%. Channel 12 menambahkan bahwa penyidikan atas Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023 menemukan sejumlah prajurit IDF justru melarikan diri saat terjadi serangan infiltrasi dari Brigade Al-Qassam Hamas.
Pemerintah Israel telah menyetujui 280.000 panggilan cadangan untuk tahun mendatang, yang berarti setiap prajurit cadangan bisa menghadapi tugas 60–70 hari pada 2026. Namun, sekitar 30% personel tetap dan cadangan kemungkinan tidak akan melapor, yang dapat menghambat kesiapan operasional militer secara signifikan.
Situasi ini menjadi sinyal penting tentang tantangan besar yang dihadapi IDF dalam mempertahankan kekuatan militernya di tengah konflik yang terus berkepanjangan.
Media Israel: IDF Alami Krisis Personel Militer Terparah Sejak 1980-an
. (net)