Pendidikan Karakter dan Rigiditas Militerisme

pendidikan-karakter-dan-rigiditas-militerisme . (net)

Tridinews.com - Untuk kesekian kalinya,  Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan kebijakan yang menuai pro kontra. Kebijakan kali ini berkaitan dengan upaya pemerintah Jabar dalam menangani kenakalan siswa yang kian mengkhawatirkan, bahkan menjurus pada tindakan kriminal. Bagi para siswa ini, KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi, mengirim mereka ke barak militer untuk menjalani pendidikan ala militer agar karakternya menjadi lebih baik.

Kebijakan tersebut dilatari semakin meningkatnya angka kenakalan yang dilakukan para pelajar di Jawa Barat. Mengutip databoks edisi 28 Maret 2022, Jawa Barat menjadi provinsi dengan lokasi kasus tawuran pelajar terbanyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan.

Sementara catatan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor, mencatat dalam kurun waktu 2023-2024 kasus tawuran pelajar terus alami peningkatan dan menembus hingga 87 kasus. 

Aksi tawuran pelajar di Jawa Barat terus mengalami tren peningkatan dan meluas hingga ke pelosok. Seperti yang terjadi pada pertengahan Februari 2025, tawuran berdarah pecah di Desa Parungseah, Sukabumi, Jawa Barat yang menyebabkan dua orang terluka. 

Tidak hanya aksi tawuran, tren para remaja yang terlibat geng motor hingga penyalahgunaan narkotika juga terus meningkat. Disisi lain, pemerintah belum memiliki kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi kondisi yang kian memprihatinkan tersebut.

Sejauh ini ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengatasi kenakalan para pelajar. Pertama, dikembalikan kepada orang tuanya, dan/atau kedua, dilakukan penegakkan hukum bagi pelajar yang melakukan tindakan kriminal. Dengan tren yang terus meningkat, tampaknya kedua pendekatan tersebut tidak memberikan efek signifikan untuk memperbaiki karakter para generasi penerus bangsa ini.

Pendidikan Semi Militer

Kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dengan mengirim para remaja yang membutuhkan pendidikan khusus ini tampaknya cukup menjanjikan. Para remaja 'bermasalah' ini akan dididik dengan pendekatan semi militer.

Mengutip Mawadah (2019) pendidikan semi militer merupakan salah satu kegiatan di dunia pendidikan yang bertujuan membentuk sikap dan perilaku peserta didik, hal ini berbeda dengan militer pada umumnya yang identik dengan anggota bersenjata.

Dengan kata lain, kebijakan KDM mengirim para siswa bermasalah ke barak militer untuk menjalani pendidikan semi militer merupakan langkah progresif guna membangun karakter generasi muda lebih baik. Pendidikan semi militer memiliki tujuan untuk membentuk mental, pendidikan karakter, dan kedisiplinan peserta didik agar mampu bekerja secara professional di dunia kerja (Mahartika, 2020).

Pendidikan semi militer juga sejalan dengan napas Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menegaskan bahwa, fungsi pendidikan nasional yakni mengembangkan kemampuan individu  dan membangun peradaban bangsa dalam tujuan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Fungsi pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, sehat, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, cakap, kreatif, dan menjadi masyarakat yang bertanggung jawab serta mempunyai 

jiwa yang demokratis. 

Rigiditas Militerisme 

Sayangnya kebijakan KDM ini ditentang banyak pihak. Mulai dari sesama kolega kepala daerah hingga Komnas HAM serta Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA). Mereka yang kontra berpandangan bahwa kebijakan tersebut kurang tepat, dan mengancam prinsip-prinsip dasar perlindungan anak, baik secara hukum nasional maupun internasional.

Tampaknya pendidikan dengan pendekatan militer masih menjadi rigiitas bagi banyak kalangan. Mereka menilai, pendekatan militer dapat menimbulkan kekerasan pada anak, dan menimbulkan traumatik di masa akan datang. 

Pandangan ini terlalu berlebihan. Sebab, sebagai institusi negara, TNI tentu akan menyesuaikan pola pendidikan yang akan diterapkan kepada para siswa akan berbeda dengan pendidikan anggota militer bersenjata. Selain itu, akan banyak pihak yang mengawasi bagaimana kebijakan tersebut dijalankan.

Diakui atau tidak kebijakan KDM mengirim siswa bermasalah untuk menjalani pendidikan di barak militer perlu diapresiasi. Namun demikian, perlu dirumuskan pola pendidikan semi militer yang akan diterapkan secara transparan. Agar seluruh pihak dapat mengawasi jalannya pendidikan.

Bagaimanapun para siswa tersebut adalah para generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan pembangunan di masa akan datang. Bisa dibayangkan bagaimana nasib bangsa Indonesia ke depan jika generasi mudanya tidak memiliki karakter, tenggelam dalam tindak kriminal. Atau memang ada pihak yang menginginkan generasi muda Indonesia hancur agar mudah memporak-porandakan bangsa ini?

Editor: redaktur

Komentar