Tridinews.com - Proyek tambak udang di Pantai Minajaya, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi kembali mendapat penolakan warga pesisir selatan Sukabumi. Perwakilan masyarakat, nelayan, dan tokoh lokal mendatangi langsung Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta, pada Kamis (15/5/2025) dan melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan yang dinilai mengancam kawasan Geopark Ciletuh dan merusak ekosistem pesisir.
Dalam kunjungan tersebut, warga juga menaruh harapan kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk turun langsung ke lokasi dan mendengar aspirasi masyarakat yang merasa dikucilkan dari proses pembangunan.
"Kami tidak datang untuk basa-basi. Ini tentang kelangsungan hidup ekosistem, budaya pesisir, dan keberlanjutan lingkungan yang sedang dirusak oleh segelintir kepentingan bisnis tambak, kami mengadukan persoalan ini ke KLH, pada Kamis (15/5/2025)," tegas Denda, perwakilan dari Forum Masyarakat dan Nelayan Minajaya Bersatu (FMNMB), Selasa (20/5/2025).
Denda menyebut laporan mereka diterima langsung oleh jajaran Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum KLH) dan akan segera ditindaklanjuti melalui verifikasi lapangan serta proses hukum lebih lanjut.
Kekecewaan juga disampaikan oleh Agus, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Minajaya. Ia menyayangkan tidak adanya pelibatan masyarakat pesisir, terutama nelayan, dalam rencana pembangunan tambak yang disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.
"Nelayan kehilangan ruang hidup. Tidak ada satupun dari kami yang dilibatkan dalam rencana proyek ini. Kami hanya dapat informasi ketika alat berat sudah masuk. Ini adalah pengkhianatan terhadap masyarakat pesisir," ujarnya.
Di tingkat kampung, perlawanan dipimpin oleh Abu Tholib, Ketua RT 14 RW 13 Kampung Mekarjaya, yang sejak akhir 2024 aktif menyuarakan penolakan terhadap tambak udang di wilayahnya. Ia mengaku masih menanti janji Kang Dedi Mulyadi, yang sebelumnya sempat ia temui langsung di Subang.
"Iya sempat, soalnya gini, pas di rumahnya Pak Dedi setelah dilantik mau langsung ninjau ke lokasi. Tapi sampai saat ini enggak ada komunikasi lagi sama saya. Bahkan nomor asistennya juga aktif tapi ditelepon enggak diangkat, di WA enggak dibalas," kata Abu.
Abu menegaskan bahwa harapan warga kini tertuju kepada kepemimpinan Dedi Mulyadi yang selama ini dikenal vokal membela lingkungan dan masyarakat kecil.
"Saya masih percaya ke Pak Dedi. Harapan saya dan masyarakat menunggu keputusan dari pihak provinsi atau dari gubernur. Perjuangan kami sudah dengan penolakan, hasilnya kami serahkan ke pemangku kebijakan," tuturnya.
Sementara itu dalam sebuah wawancara pihak PT Berkah Semesta Maritim (BSM) selaku perusahaan yang mengembangkan proyek tambak udang, membantah tudingan intimidasi kepada warga dan menyatakan bahwa pembangunan dilakukan sesuai regulasi.
Hendra Permana, perwakilan PT BSM, menjelaskan bahwa dari sisi teknis, perusahaan telah mengadopsi teknologi pengolahan limbah terbaru, termasuk sistem IPAL yang diklaim mumpuni dan pertama kali diterapkan di Indonesia.
"Terkait isu lingkungan, perusahaan ini menggunakan teknologi baru dengan sistem IPAL mumpuni untuk mengolah limbah," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa perusahaan telah memenuhi permintaan masyarakat terkait pentingnya keberadaan zona hijau atau green belt sebagai penyangga antara tambak dan kawasan pemukiman atau wisata.
"Kami bersyarat betul bahwa jika tambak ini ada, lahan hijau harus tetap ada dan dipisahkan. Alhamdulillah, itu sudah dipatok bersama unsur Forkopimcam hingga pemerintahan desa," katanya.
Lebih lanjut, Hendra menegaskan bahwa PT BSM berkomitmen untuk mengutamakan tenaga kerja lokal, dan bahkan telah mulai menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat terdampak.
"Mayoritas pekerja tambak akan berasal dari warga lokal. Perusahaan juga sudah mulai memberikan bantuan, meski jumlahnya masih relatif kecil. Tapi ini menunjukkan ada perhatian terhadap masyarakat sekitar," tambahnya.
Menurut Hendra, perusahaan memiliki rekam jejak positif dalam pelaksanaan program CSR, tidak hanya di Sukabumi, tetapi juga di sejumlah daerah lain tempat mereka pernah beroperasi.
Editor: redaktur